a. Nilai Ketuhanan
Nilai
ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa
terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam semesta. Dengan nilai ini
menyatakan bangsa indonesia merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang
ateis. Nilai ketuhanan juga memilik arti adanya pengakuan akan kebebasan untuk
memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak
berlaku diskriminatif antarumat beragama.
b. Nilai Kemanusiaan
Nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku
sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati
nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya.
c. Nilai Persatuan
Nilai
persatuan indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu dalam kebulatan
rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya
terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa indonesia..
d. Nilai Kerakyatan
Nilai
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui
lembaga-lembaga perwakilan.
e. Nilai Keadilan
Nilai
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengandung makna sebagai dasar
sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia Yang Adil dan Makmur
secara lahiriah atauun batiniah. Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan
normatif. Karena sifatnya abstrak dan normatif, isinya belum dapat
dioperasionalkan. Agar dapat bersifat operasional dan eksplisit, perlu
dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Contoh nilai instrumental tersebut
adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sebagai
nilai dasar, nilai-nilai tersebut menjadi sumber nilai. Artinya, dengan
bersumber pada kelima nilai dasar diatas dapat dibuat dan dijabarkan
nilai-nilai instrumental penyelenggaraan negara Indonesia.
B. Dinamika
aktualisasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan praktis
1.Kerangka Teoritik
Alfred North Whitehead (1864 – 1947),
tokoh utama filsafat proses, berpandangan bahwa semua realitas dalam alam
mengalami proses atau perubahan, yaitu kemajuan, kreatif dan baru. Realitas itu dinamik dan
suatu proses yang terus menerus “menjadi”, walaupun unsur permanensi realitas
dan identitas diri dalam perubahan tidak
boleh diabaikan. Sifat alamiah itu dapat pula dikenakan pada ideologi Pancasila
sebagai suatu realitas (pengada). Masalahnya, bagaimanakah nilai-nilai
Pancasila itu diaktualisasikan dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara
? dan, unsur nilai Pancasila manakah
yang mesti harus kita pertahankan tanpa mengenal perubahan ?
Moerdiono
(1995/1996) menunjukkan adanya 3 tataran nilai dalam ideologi Pancasila. Tiga
tataran nilai itu adalah:
Pertama,
nilai
dasar, yaitu suatu nilai yang
bersifat amat abstrak dan tetap, yang terlepas dari pengaruh perubahan
waktu.Nilai dasar merupakan prinsip, yang bersifat amat abstrak, bersifat amat
umum, tidak terikat oleh waktu dan tempat, dengan kandungan kebenaran yang
bagaikan aksioma.Dari segi kandungan nilainya, maka nilai dasar berkenaan
dengan eksistensi sesuatu, yang mencakup cita-cita, tujuan, tatanan dasar dan ciri
khasnya. Nilai dasar Pancasila ditetapkan oleh para pendiri negara.Nilai dasar
Pancasila tumbuh baik dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan
penjajahan yang telah menyengsarakan rakyat, maupun dari cita-cita yang
ditanamkan dalam agama dan tradisi tentang suatu masyarakat yang adil dan
makmur berdasarkan kebersamaan, persatuan dan kesatuan seluruh warga
masyarakat.
Kedua,
nilai instrumental, yaitu suatu nilai yang bersifat kontekstual.
Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai dasar tersebut, yang
merupakan arahan kinerjanya untuk kurun waktu tertentu dan untuk kondisi
tertentu. Nilai instrumental ini dapat dan bahkan harus disesuaikan dengan
tuntutan zaman. Namun nilai instrumental haruslah mengacu pada nilai dasar yang
dijabarkannya. Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan dinamik dalam
bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama, dalam batas-batas yang
dimungkinkan oleh nilai dasar itu.Dari kandungan nilainya, maka nilai
instrumental merupakan kebijaksanaan, strategi, organisasi, sistem, rencana,
program, bahkan juga proyek-proyek yang menindaklanjuti nilai dasar tersebut.
Lembaga negara yang berwenang menyusun nilai instrumental ini adalah MPR,
Presiden, dan DPR.
Ketiga,
nilai
praksis, yaitu nilai yang terkandung dalam kenyataan sehari-hari,
berupa cara bagaimana rakyat melaksanakan (mengaktualisasikan) nilai Pancasila.
Nilai praksis terdapat pada demikian banyak wujud penerapan nilai-nilai
Pancasila, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, baik oleh cabang eksekutif,
legislatif, maupun yudikatif, oleh organisasi kekuatan sosial politik, oleh
organisasi kemasyarakatan, oleh badan-badan ekonomi, oleh pimpinan
kemasyarakatan, bahkan oleh warganegara secara perseorangan. Dari segi
kandungan nilainya, nilai praksis merupakan gelanggang pertarungan antara
idealisme dan realitas.
Jika ditinjau dari segi pelaksanaan
nilai yang dianut, maka sesungguhnya pada nilai praksislah ditentukan tegak
atau tidaknya nilai dasar dan nilai instrumental itu. Ringkasnya bukan pada rumusan
abstrak, dan bukan juga pada kebijaksanaan, strategi, rencana, program atau
proyek itu sendiri terletak batu ujian terakhir dari nilai yang dianut, tetapi
pada kualitas pelaksanaannya di lapangan. Bagi suatu ideologi, yang paling
penting adalah bukti pengamalannya atau aktualisasinya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Suatu ideologi dapat mempunyai rumusan
yang amat ideal dengan ulasan yang amat logis
serta konsisten pada tahap nilai dasar dan nilai instrumentalnya. Akan
tetapi, jika pada nilai praksisnya rumusan tersebut tidak dapat
diaktualisasikan, maka ideologi tersebut akan kehilangan kredibilitasnya.Bahkan
Moerdiono (1995/1996: 15) menegaskan, bahwa bahwa tantangan terbesar bagi suatu
ideologi adalah menjaga konsistensi antara nilai dasar, nilai instrumental, dan
nilai praksisnya. Sudah barang tentu jika konsistensi ketiga nilai itu dapat
ditegakkan, maka terhadap ideologi itu tidak akan ada masalah. Masalah baru
timbul jika terdapat inkonsisitensi dalam tiga tataran nilai tersebut.
Untuk menjaga konsistensi dalam
mengaktualisasikan nilai Pancasila ke dalam praktik hidup berbangsa dan
bernegara, maka perlu Pancasila formal yang abstrak-umum-universal itu
ditransformasikan menjadi rumusan Pancasila yang umum kolektif, dan bahkan
menjadi Pancasila yang khusus individual (Suwarno, 1993: 108). Artinya,
Pancasila menjadi sifat-sifat dari subjek kelompok dan individual, sehingga
menjiwai semua tingkah laku dalam lingkungan praksisnya dalam bidang
kenegaraan, politik, dan pribadi.
Driyarkara
menjelaskan proses pelaksanaan ideologi Pancasila, dengan gambaran gerak
transformasi Pancasila formal sebagai :
·
kategori
tematis
(berupa konsep, teori) menjadi
·
kategori
imperatif (berupa norma-norma) dan
·
kategori
operatif (berupa praktik hidup).
Proses tranformasi berjalan tanpa
masalah apabila tidak terjadi deviasi atau penyimpangan, yang berupa
pengurangan, penambahan,dan penggantian (dalam Suwarno, 1993: 110- 111).
Operasionalisasi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
haruslah diupayakan secara kreatif dan dinamik, sebab Pancasilasebagai ideologi
bersifat futuralistik. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
merupakan nilai-nilai yang dicita-citakan dan ingin diwujudkan.
Masalah aktualisasi nilai-nilai dasar
ideologi Pancasila ke dalam kehidupan praksis kemasyarakatan dan kenegaraan
bukanlah masalah yang sederhana.
Soedjati Djiwandono (1995: 2-3) mensinyalir,
bahwa masih terdapat beberapa kekeliruan yang mendasar dalam cara orang
memahami dan menghayati Negara Pancasila dalam berbagai seginya. Kiranya tidak
tepat membuat “sakral” dan taboo berbagai konsep dan pengertian, seakan-akan
sudah jelas betul dan pasti benar, tuntas dan sempurna, sehingga tidak boleh
dipersoalkan lagi. Sikap seperti itu membuat berbagai konsep dan pengertian
menjadi statik, kaku dan tidak berkembang, dan mengandung resiko ketinggalan
zaman, meskipun mungkin benar bahwa beberapa prinsip dasar memang mempunyai
nilai yang tetap dan abadi. Belum teraktualisasinya nilai dasar Pancasila
secara konsisten dalam tataran praksis perlu terus menerus diadakan perubahan, baik dalam arti konseptual maupun
operasional. Banyak hal harus ditinjau kembali dan dikaji ulang. Beberapa
mungkin perlu dirubah, beberapa lagi mungkin perlu dikembangkan lebih lanjut
dan dijelaskan atau diperjelas, dan beberapa lagi mungkin perlu ditinggalkan.
Aktualisasi nilai Pancasila dituntut
selalu mengalami pembaharuan. Hakikat pembaharuan adalah perbaikan dari dalam
dan melalui sistem yang ada. Atau dengan kata lain, pembaharuan mengandaikan
adanya dinamika internal dalam diri Pancasila. Mengunakan pendekatan teori
Aristoteles, bahwa di dalam diri Pancasila sebagai pengada (realitas)
mengandung potensi, yaitu dasar kemungkinan (dynamik). Potensi dalam pengertian
ini adalah kemampuan real subjek (dalam hal ini Pancasila) untuk dapat berubah.
Subjek sendiri yang berubah dari dalam. Mirip dengan teori A.N.Whitehead,
setiap satuan aktual (sebagai aktus, termasuk Pancasila) terkandung daya
kemungkinan untuk berubah. Bukan kemungkinan murni logis atau kemungkinan
objektif, seperti batu yang dapat dipindahkan atau pohon yang dapat dipotong.
Bagi Whitehead, setiap satuan aktual sebagai realitas merupakan sumber daya
untuk proses ke-menjadi-an yang selanjutnya. Jika dikaitkan dengan aktualisasi
nilai Pancasila, maka pada dasarnya setiap ketentuan hukum dan
perundang-undangan pada segala tingkatan, sebagai aktualisasi nilai Pancasila
(transformasi kategori tematis menjadi kategori imperatif), harus terbuka
terhadap peninjauan dan penilaian atau pengkajian tentang keterkaitan dengan
nilai dasar Pancasila.
Untuk
melihat transformasi Pancasila menjadi norma hidup sehari-hari dalam bernegara
orang harus menganalisis pasal-pasal penuangan sila ke-4 yang berkaitan dengan
negara, yang meliputi; wilayah, warganegara, dan pemerintahan yang berdaulat.
Selanjutnya, untuk memahami transformasi Pancasila dalam kehidupan berbangsa,
orang harus menganalisis pasal-pasal penuangan sila ke-3 yang berkaitan dengan
bangsa Indonesia, yang meliputi; faktor-faktor integratif dan upaya untuk
menciptakan persatuan Indonesia. Sedangkan untuk memahami transformasi
Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, orang harus menganalisis pasal-pasal
penuangan sila ke-1, ke-2, dan ke-5 yang berkaitan dengan hidup keagamaan,
kemanusiaan dan sosial ekonomis (Suwarno, 1993: 126).
C. pendapat pribadi
Dinamika dalam mengaktualisasikan nilai
Pancasila ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan benegara adalah
suatu keniscayaan, agar Pancasila tetap selalu relevan dalam fungsinya
memberikan pedoman bagi pengambilan
kebijaksanaan dan pemecahan masalah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Agar loyalitas warga masyarakat dan warganegara terhadap Pancasila tetap
tinggi. Di lain pihak, apatisme dan resistensi terhadap Pancasila bisa
diminimalisir.
Substansi dari adanya dinamika dalam
aktualisasi nilai Pancasila dalam kehidupan praksis adalah selalu terjadinya
perubahan dan pembaharuan dalam mentransformasikan nilai Pancasila ke dalam
norma dan praktik hidup dengan menjaga konsistensi, relevansi, dan
kontekstualisasinya. Sedangkan perubahan dan pembaharuan yang berkesinambungan terjadi
apabila ada dinamika internal (self-renewal) dan penyerapan terhadap
nilai-nilai asing yang relevan untuk pengembangan dan penggayaan ideologi
Pancasila.Muara dari semua upaya perubahan dan pembaharuan dalam
mengaktualisasikan nilai Pancasila adalah terjaganya akseptabilitas dan
kredibilitas Pancasila oleh warganegara dan wargamasyarakat Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Suwarno, P.J. 1993. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Moerdiono. 1995/1996. “Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Menghadapi Era Globalisasi dan
Perdagangan Babas”, dalam Majalah Mimbar
No.75 tahun XIII
Soedjati Djiwandono, J. 1995. Setengah Abad Negara Pancasila (Tinjauan
Kritis ke Arah Pembaharuan. Jakarta:
CSIS
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking