Bladsye

Sondag 27 Oktober 2013

CERPEN



9 SURAT
 MISTERIUS
          “DOOOOOOR........!”
            Potongan bakso urat yang tengah Ryo sendok hampir saja meloncat entah ke mana saking kagetnya. Karna  tiba-tiba saja ku menggebrak kursi kantin yang sedang ia duduki. Kemudian ku menarik kursi yang satunya lagi dan kami pun saling berhadapan. Hahahaha, ku selalu girang bila berhasil menjahilinya.
            “kaget ya?” tanyanku sambil merapikan poniku yang menutupi sebatas alis.
            Ryo diam, pura-pura tidak mendengarku sambil terus melahap bakso pesanannya. 
            “Ryo nyebelin....” ucapku. Nadaku kini berganti sinis.
            “Hmmm, aku? Bukannya kau yang nyebelin....... ngagetin orang sembarangan ! kalau saya mati keselek bakso sama sendok-sendoknya , gimana? Kau mau?”
Kemudian saya terbahak mendengar pernyataan Ryo. Tawaku pun menambah ramai suasana kantin WALET ini.
            “maap deh. Niatku kan bikin kau senang. ku tidak niat buat kau mati konyol gara-gara bakso, maap ya ... pliiiiiissssssss..”
            Ryo masih pura-pura sibuk dengan baksonya yang hampir habis. Merasa tidak gubris saya pun menarik-narik lengan kemeja Ryo.
            “iya,”  jawab Ryo sambil meneguk segarnya es jeruk.
            “lagian kenapa sih, kayaknya lagi senang banget, fi?” lanjut Ryo.
            Saya hanya tersenyum manis.
             “yo, tadi saya nemu surat ini di atas mejaku”
            Saya pun mengeluarkan surat dari tasku dengan hati-hati sekali.
Teruntuk bunga pemilik sagala keindahan
Wangimu menawan
Meski hanya ku cium dari kejauhan
Kau ibarat embun
Dan aku
Jiwa sunyi seorang penyamun ......
            “apa ini?”
            ‘tidak tau yang jelas itu surat ke-6 yang pernah ku terima, tanpa nama pengirim. Sebenarnya dari kemaren ku mau cerita sama kau, tapi ku malu,”
            “penggemar rahasia mungkin,”
            “Surat-surat yang kemarin juga isinya puisi?. Hmmm...”
            “Kau suka?”
            Ku hanya mengankat bahuku.
******
Wahai bunga pemilik segala keindahan
Ijinkan kusulang rindu di cawan hatiku
Tentangmu dan tentang pagi
Yang teramat ku nanti
:bungaku
            Ini surat misterius ke-7 yang ku terima setelah surat yang ku beritahukan kepada Ryo dua hari yang lalu di kantin Walet. Surat ini ku titip dengan Ryo sesudah mata kuliah terakhir.
             Ryo adalah sahabat dekatku sejak SMP. Dulu kami selalu sekelas, tapi kami berpisah di bangku SMA karna ku sekolah di luar kota. Ryo orangnya pintar, aku akui itu. Banyak penghargaan yang dia terima selama ini. dan Ryo cowok yang baik, terbukti sampai detik ini dy tetap mau jadi sahabatku meski ku bukan orang yang berada seperti dirinya. Tapi sayang, orang tuanya bercerai tahun yang lalu. Hampir smua ceritasedih hidupnya, dy ceritakan padaku. Ku memang tak bisa banyak membantu, tapi baginya keberadaanku cukup mengurangi babannya.
            Ya ya ya ... kalian tau? Sampai umur 18 tahun ku hanya pernah berpacaran sekali, namaya Leo, dia teman Ryo dalam clup futsal. Berawal dari kekaguman akhirnya ku begitu mencintainya. Segala apa yang ada di diri Leo ,membuatku selalu terpesona. Namun kebersamaanku tak lama,hanya dua bulan kemudian kami putus.
******
            Ke esokan harinya, setelah mata kuliah pertama selesai, ku melihat isi binder Ryo dan membandingkan tulisannya dengan tulisan yang ada di surat misterius itu. Ternyata sama.
            “tulisanmu sama dengan tulisan di surat-surat misterius yang selama ini ku terima. Tapi tidak mungkin kalau kau pengirimnya, lagian mana bisa kau  buat puisi-puisi romantis kayak gini, Hahaha ... siapa ya, yo? Kau tau Ari anak sosiologi atau agus teman futsalmu? Waktu itu dy sempat PDKT tapi ku tidak tanggepin. Atau jangan-jangan ...”
            BRUUUUUKK!
            Ryo langsung membanting binder yang sedari tadi ia genggam.
            “Ryo! Kenapa sih? Kok kau sewot begini?” sambil terperangah melihat tingkah Ryo.
            “Fi faivi sijaya! Jadi Cuma ini kau jadi ganggu saya mencatat?” suara Ryo meninggi. Beberapa siswa yang berada dalam kelas pun seketika menatap kearah kami.
            Ku tak mengucapkan apa-apa. Bibirku bergetar, mataku berkaca. Baru kali ini Ryo membentakku sekeras itu. Aku pun berlalu tanpa berpamitan padanya.
            “maafkan aku fi, entah kenapa aku merasa risih ketika kau sebut nama ari,agus,atau siapa tadi.... maafkan aku fi”
Fi, mata air sejuta keindahan
Darimu aku bermimpi
Bahagia meski memendam sendiri
Rasa luar biasadari sosok yang biasa
Ah, aku ingin terus merindumu
Sampai kau benar-benar berlalu dari senjaku
            Ryo terus meminta maaf padaku, telfonnya tidak ku jawab-jawab. Pesannya pun tak ku balas, ku juga tak menghiraukan ajakannya untuk berangakat bersama ke kampus.
Teruntuk fi faivi, bunga terindah yang pernah ku temui...
Maaf bila kukatakan cintalewat tinta
Juga lewat kertas tak bermakna
Aku bukan ahli konsep, aku sosok berani
Aku hanya punya ini;
Cinta tulus untukmu dari sanubari
Sekali lagi ... maafkan aku, fi
            PRAAAAAAK ...!! ku menepuk bahu Ryo.
            “hei Ryo dirgantara! Ternyata kau ya penulis surat misterius itu?”
            “Ssssssst, jangan keras-keras, ini perpustakaan!” ucap Ryo  sembari membungkam mulutku. Ku hanya tersenyum kemudian duduk di samping Ryo.
            “maaf ya, fi”
            “Untuk apa?”
            “ini, kuangsurkan surat ke-9 yang ku tulis untukmu. Bukan karena sudah ketahuan olehmu, tapi karena aku sudah tak sanggup memendam dan yakin harus mengatakan apa”
            “makasih ya yo, aku suka semuanya”
            “masa?” Ryo terngaga tak percaya.
            “maaf aku lancang fi, tapi aku tidak bisa bohong, aku sayang kau lebih dari sahabat, sumpah” ucapnya dengan nada yang gugup.
            “aku juga sayang kau yo” ucapku dengan pipi memerah.
            “kau tak bercanda kan fi,? Kau terima cintaku?” tanya Ryo dengan rasa tak percaya.
            “iya, ku terima cintamu”
            “YEEEEEEEEEES”.  Ryo bersorak
kali ini aku yang membungkam mulut Ryo “upps ini perpustakan”.


















Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking